Twitter

Archive for Mei 2014

TEMPAT SAMPAH OTOMATIS
1.       LATAR BELAKANG
Setiap hari manusia menghasilkan sampah, baik sampah rumah tangga maupun sampah industri yang bermacam-macam bentuk dan jenis nya. Pengolahan sampah yang buruk dapat menyebabkan masalah lingkungan yang merugikan. Sampah akan menjadi masalah karena dapat mengganggu kesehatan manusia, mengganggu dan juga bau busuk , polusi udara karna dapat di timbulkan oleh sampah.

Salah satu cara yang sederhana dalam pengolahan sampah adalah dengan menyediakan tampat sampah yang sehat dan menarik, yang tidak dapat menimbulkan baud an merusak lingkungan. Dari permasalahan ini penulis mengangkat judul untuk tugas akhir “TEMPAT SAMPAH OTOMATIS”.

2.       TUJUAN DAN MANFAAT
Adapun tujuan pembuatan tugas akhir yang ingin di capai alat ini adalah merancang sebuah tempat sampah dengan penutup yang mampu membuka dan menutup secara otomatis. Sedangkan manfaat yang di timbulkan yaitu tersedianya tempat sampah yang sehat , agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya.

3.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi perumusan masalah pada tugas akhir ini adalah
·         Bagai mana merancang sebuah tempat sampah dengan penutup yang mampu buka/tutup secara otomatis tanpa harus menyentuh bagian dari tempat sampah yersebut?

4.       BATASAN MASALAH
Agar lebih focus dengan permasalahan yang ada, maka permasalahan pada tugas akhir ini akan di batasi sebagai berikut:
·         Hanya membahas tentang otomasi tempat sampah otomatis
·         Tidak membahas jenis-jenis sampah

5.       METEOLOGI
Meteologi yang yang di gunakan dalam melaksanakan tugas akhir ini adalah:
·         Studi literatur
Mempelajari literature yang berkaitan dengan sampah, temapat sampah, kesehatan, sensor ping dan peralatan-peralatan elektronika yang nantinya akan di jadikan dasar dalam perancangan pengerjaan proyek akhir. Studi literature di lakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang berkaitan dengan judul tugas akhir dari buku-buku penunjang serta serta informasi dari internet.
               
·         Pengumpulan data
Adapun data-data yang di perlukan dalam penelitian ini antara lain data dari pengenalan sensor ping.

·         Perancaanga dan pembuatan alat
Perancangan alat dan pembuatan ini di butuhkan waktu minimal 6 bulan, memodifikasi tenpat sampah yang sudah ada terjual di pasaran.

·         Pengujian dan analisa
Pengujian di lakukan untuk memastikan bah alat berjalan lancar dan berhasil , pengujian ini akan memberikan informasi mengenai alat yang telah di capai dan selanjutnya dapat di analisa setelah hasil pengujian


6.       Sistematika penulisan
Sistematika penulisan merupakan bagian dari penulisan laporan yang mempunyai tujuan untuk mempermudah membaca terhadap pemahaman isi yang terkandung di dalamnya, hal ini di lakukan agar tidak terjadi kesalahan penafsiran.

Penulisan laporan ini di kelompokkan menjadi beberapa bagian antara lain adalah:

BAB I                     Pendahuluan: berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat rumusan masalah,
                                Batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II                    landasan teori: menerangkan teori dasar yang di gunakan.

BAB III                   perancangan system: menggambarkan blok diagram dan progress yang di              gunakan untuk menjalankan alat tersebut.

BAB VI                  pengujian dan analisa: menjelaskan tentang pengujian dan menganalisa system.

BAB V                    kesimpulan dan saran merupakan ringkasan dari hasil analisa yang telah di buat
               




 “KASUS PELANGGARAN HAM YANG YANG MENIMPA ANAK – ANAK DI BAWAH UMUR, KHUSUSNYA DALAM BENTUK PELECEHAN SEKSUAL”
                                                                       



                                               


                                               
Di susun oleh :         1. Arjun Eka Putra (002)
                                                            2. Andika Bondor Orlando (007)
                                                            3. Hery Gunawan S  (026)
                                                            4. Nurhadi Indra
                                                            5. Rendy Kurniadinata
                                                            6. Muhammad Rizki
                                                                                   


KATA PENGANTAR

Puji Dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang selalu melimpahkan karunianya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sejalan dengan dinamika bangsa ini yang masih terus mencari bentuk yang lebih baik untuk menghasilkan generasi cerdas yang berbudi,maka kami membuat makalah ini sesuai dengan pendekatan materi yang diberikan dengan tujuan agar para mahasiswa mampu mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mampu bersikap positif kepada sesama manusia. kami telah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin. Akan tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan isi makalah ini agar bisa terwujud dengan lebih baik.


















II.LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
HAM  juga hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ini berarti bahwa sebagai anugerah darituhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dipunyai oleh semua orang sesuai dengan kondisi yang manusiawi.1 Hak asasi manusia ini selalu dipandang sebagai sesuatuyang mendasar, fundamental dan penting. Oleh karena itu, banyak pendapat yangmengatakan bahwa hak asasi manusia itu adalah “kekuasaan dan keamanan” yang dimiliki oleh setiap individu dan wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Walau demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain. Biar pun peraturan untuk HAM sudah di buat dan sudah di perkatat hukumannya, tetapi pelangaran HAM sering terjadi dimana pun dan kapan pun. Dan pelanggarannya pun sering terjadi tetapi para pelaku malah tidak memikirkan bagaimana hukumannya kalau mereka melanggar HAM. Apabila sudah melanggar HAM pasti itu hukumannya sangat berbahaya dan pastinya sudah di hukum seberat-beratnya. Padahal Hak Asasi Manusia itu sangat rentan atau sangat tidak bisa untuk di langgar. Karena itu merenggut hak-hak yang di miliki setiap manusia yang memiliki kehidupan.
Salah satu pelanggaran yang sering terjadi dari dulu dan sekarang terjadi adalah pelecehan terhadap anak di bawah umur. Padahal pelanggaran yang di lakukan ini sangat lah tidak boleh terjadi karena dampak dari pelanggaran ini merenggut hak yang di miliki oleh anak tersebut. Dan dari itu pasti anak tersebut memiliki luka fisik dan mental juga.
Saat ini tindak pidana kekerasan seksual merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. banyak sekali pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan kejadian tantang kekerasan seksual. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, kejahatan pemerkosaan akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya. Tindak pidana kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat.
Di Indonesia kasus kekerasan seksual  setiap tahun mengalami peningkatan, korbanya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak bahkan balita. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga sendiri. Kejahatan seksual bagi korbanya adalah kejahatan yang dilakukan seumur hidup, dimana korbanya mengalami trauma yang berkepanjangan apa lagi yang jadi korbanya adalah anak-anak, yang merupakan generasi penerus bangsa.
Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal sebagai penduduk yang ramah, sopan, dan memiliki budaya yang diakui dunia kini sudah terkikis, dengan makin banyaknya kekerasan, pemerkosaan, konflik dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, ras, budaya dan suku.
Dari rentetan kejadian tersebut, apakah sudah sedemikian rendahnya moral dan etika serta norma bangsa ini, masyarakat sudah tidak merasakan kenyamanan dan keamanan di lingkunganya sendiri kerana bahaya kriminalitas sudah mengancam, bahkan lingkungan keluarga yang sebagai sandaran hidup sudah mulai tidak aman lagi. pemerintah sebagai pemangku kebijakan seolah tidak berdaya menghadapi masyarakatnya  yang sudah krisis moral, pemerintah seakan-akan membiarkan para pelaku kejahanan seksual dihukum dengan hukuman yang ringan dan tidak adanya solusi untuk menghindari  kejadian tersebut terulang kembali. Maka dari itu kami mengambil judul tentang”pelanggaran HAM yang berujung pada pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

B. Ruang Lingkup Kajian / Studi Kasus

Salah satu bentuk kekerasan paling menghancurkan yang dilakukan pada anak-anak adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah: setiap tindakan seksual (secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) yang dipaksakan atas seorang anak di bawah umur delapan belas tahun. Sudah terlalu lama kebudayaan kita mendefinisikan pelecehan dalam arti hubungan kelamin saja. Pelecehan seksual dapat meliputi setiap tindakan kekerasan seksual dari persetubuhan sampai penyimpangan seks voyeurism (dilirik secara seksual). Anak-anak tidak pernah didisain oleh Tuhan untuk memiliki energi seks dalam bentuk apapun dalam jiwa (dan tubuh) mereka. Kekerasan seksual ini, entah datangnya dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua (secara eksplisit atau halus), dapat meninggalkan berbagai macam bentuk atau intensitas kehancuran yang berbeda.
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya.
Pelecehan seksual pada anak akhir-akhir ini kerap terjadi di masyarakat. Dan yang lebih mengejutkan adalah pelaku bukanlah orang asing, tetapi malah orang-orang di sekitar mereka. Data kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak (usia di bawah 18 tahun) yang dihimpun oleh Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak di Pusat Klinik Terpadu RSCM dari Juni 2000 hingga Desember 2007 menunjukkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan mencapai 708 kasus dan kasus kekerasan seksual pada anak laki-laki terdapat 118 kasus.
Tidak ada definisi universal tentang pelecehan seksual anak. Namun, karakteristik utama sexual abuse adalah dominasi orang dewasa yang memungkinkan dia untuk memaksa anak dalam aktivitas seksual. Pelecehan seksual pada anak itu bisa mencakup cumbuan pada alat kelamin anak, masturbasi, kontak oral-genital, penetrasi digital, dan hubungan vagina dan dubur. Hal tersebut tidak hanya terbatas pada kontak fisik, tapi dapat mencakup pelecehan tanpa kontak, seperti memperlihatkan alat kelamin, mengintip, dan pornografi anak.
Statistik yang akurat tentang prevalensi pelecehan seksual anak dan remaja sulit untuk dikumpulkan karena banyak kasus yang tidak dilaporkan dan kurangnya hukum yang mengatur tentang masalah tersebut. Di Indonesia, sudah ada UU No.23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, tapi pada prakteknya hukuman yang dijatuhkan pada pelaku masih mengacu pada KUHP, yang notabene lebih ringan. Mirisnya, para pelaku sulit untuk dideteksi. Para pelaku ini, umumnya adalah orang yang bisa cepat akrab dan sayang terhadap anak-anak. Ia juga pandai membujuk. Mungkin, karena para pelaku bisa bersikap sangat sopan dan halus tutur katanya. Diagnosa pelecehan seksuan ini sering menjadi sangat kompleks. Bukti fisik yang meyakinkan pada pelecehan seksual relatif sulit ditemukan dalam kasus-kasus yang dicurigai. Untuk semua alasan ini, bila diduga telah terjadi pelecehan, harus segera dikonsultasikan dengan seorang profesional kesehatan yang terlatih.


















III.PEMBAHASAN

C. KONSEP TEORI
Kekerasan terhadap anak dalam bentuk pelecehan seksual memiliki dapak yang sangat berbahaya bagi masa depannya, Salah satu dampak yang dapat terjadi akibat pelecehan seksual pada anak adalah :
·         Dampak psikis merupakan dampak kekerasan yang dapat menyebabkan terguncangnya kondisi jiwa atau psikologis anak. Akibatnya anak tersebut dapat mengalami depresi, trauma, fobia, bahkan hingga gangguan seksual.
·         Dampak fisik merupakan dampak yang dapat menyebabkan luka, seperti luka memar serta dapat menimbulkan suatu penyakit maupun trauma pada daerah tubuh tertentu yang mengalami kekerasan.
·         Dampak sosial bagi anak yang menjadi korban kekerasan mungkin akan mengalami pengucilan oleh masyarakat di sekitarnya, bahkan dapat menimbulkan sebutan atau julukan baru yang tidak pantas baginya.
·         meningkatnya resiko psikotik (gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu membedakan kenyataan dan fantasi), mengalami Depresi, sulit menerima kenyataan pahit tersebut di kemudian hari, Menjadi Pribadi yang menutup diri dari lingkungan masyarakat.

D. SINTESA

Di Indonesia Pelecehan seksual terhadap anak sudah sangat sering terjadi bahkan baru–baru ini masyarakat di kejutkan dengan adanya berita dan laporan Pelecehan seeksual terhadap anak yang terjadi di salah satu Sekolah ternama di Jakarta, pelecehan seksual yang di lakukan oleh oknum pembersih sekolah dengan cara melakukan pelanggaran HAM yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak berumur 5 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwah pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi di mana saja bahkan di sekolah tempat anak – anak menuntut ilmu. Dari kasus tersebut orang tua di tuntut lebih waspada dan lebih memperhatikan anak – anaknya akan adanya bahaya tersebut. Dari masalah ini kami mengambil contoh kasus yaitu pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS). Kami mengutip salah satu berita yang di muat di surat kabar :
Pada kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) tersebut Polisi terus berupaya mengungkap kasus pelecehan seksual yang menimpa M, siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS). Dua tersangka yang kini ditahan diduga memiliki kelainan seksual. Hal itu diketahui setelah polisi melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap dua pelaku, yakni Agun dan Firziawan. ”Punya penyakit psikis dan masuk dalam golongan homoseksual,” tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Jakarta.Dua tersangka tersebut telah mengakui perbuatannya. Menurut Rikwanto, Agun dan Firziawan ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti ada bakteri di anus korban yang identik dengan kedua pelaku berdasarkan uji laboratorium. ”Kedua tersangka mengakui melakukannya (pelecehan) pada 20 Maret di toilet sekolah,” jelasnya. Jadi modusnya para tersangka yang merupakan petugas kebersihan itu mengamati aktivitas siswa sehari-hari seperti yang buang air kecil atau sekadar cuci tangan. ”Mereka amati siapa yang bisa diperdayai,” paparnya. Tersangka yang berjenis kelamin perempuan ini tidak ditahan karena belum cukup bukti. Dia hanya dikenai pasal turut serta. “Dia hanya mengetahui, tapi tidak melapor,” kata Rikwanto. Sementara dua orang yang masih diperiksa intensif adalah Zainal dan Anwar. Keduanya sejauh ini masih berstatus sebagai saksi. Untuk mengungkap kasus tersebut, polisi juga telah memeriksa pihak sekolah elite tersebut. ”Kita panggil pihak sekolah untuk mengetahui bagaimana perekrutan dan pengamanannya,” katanya. Polisi juga meminta bantuan pihak sekolah untuk mencari kemungkinan adanya pelaku lain atau korban lain. Seperti diberitakan, M, murid TK di JIS, diduga menjadi korban kekerasan seksual. Ibu korban, T, menduga pelaku merupakan petugas kebersihan di sekolah tersebut dan lebih dari dua orang. Ibu korban melaporkan dugaan kekerasan seksual terhadap anaknya ke Polda Metro Jaya berdasarkan Laporan Polisi Nomor: TBL/ 1044/III/2014/PMJ/ Ditreskrimum tertanggal 24 Maret 2014 terkait dugaan pelanggaran Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan hingga pertengahan April 2014 pihaknya telah mendapat 239 laporan adanya kasus kekerasan terhadap anak di Ibu Kota. Jumlah tersebut belum termasuk kasus yang tidak terlacak atau sengaja tidak dilaporkan oleh orang tua korban.

IV.KESIMPULAN

E. PEMECAHAN MASALAH

Dari contoh kasus pelecehan seksual terhadap anak tersbut, untuk itu ada beberapa cara untuk melindungi anak dari pelecehan seksual ini, antara lain adalah:
1.      Jangan terkecoh dengan saran yang sudah biasa kita dengar. “Jangan Bicara dengan Orang Asing“, tidak berlaku dalam kasus ini. Kebanyakan pelaku pelecehan seksual pada anak ini adalah orang-orang yang dikenalnya.
2.      Jangan mengajar anak-anak untuk memberikan pelukan kerabat dan ciuman. Biarkan mereka mengungkapkan kasih sayang pada istilah mereka sendiri.
3.      Ajarkan anak-anak anda pendidikan seks dasar. Ajarkan mereka bahwa tubuh mereka adalah berharga dan tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh bagian-bagian “pribadi” tubuh mereka, kecuali orang-orang tertentu dan di tempat tertentu (seperti dokter dan Rumah Sakit). Seorang profesional kesehatan juga dapat membantu untuk memberikan pendidikan seks untuk anak-anak jika orang tua tidak nyaman melakukannya.
4.      Kembangkan kemampuan komunikasi yang kuat pada anak-anak anda. Dorong mereka untuk bertanya dan berbicara tentang pengalaman mereka. Jelaskan pentingnya melaporkan kejanggalan yang terjadi kepada anda atau orang dewasa lain yang dipercaya.
5.      Ajarkan anak-anak anda bahwa perilaku seksual dari orang dewasa pada dirinya adalah salah dan melawan hukum. Beri mereka kepercayaan diri untuk menegaskan dirinya terhadap setiap orang dewasa yang berusaha untuk memperlakukan mereka secara tidak wajar mereka. 
6.      Kenali teman anak-anak dan keluarga mereka.
7.      Instruksikan anak anda untuk tidak pernah masuk ke mobil dengan orang yang tidak pernah anak itu kenal
F. KESIMPULAN

Tahun 2014 ancaman kejahatan seksual pada anak semakin meningkat, diawal tahun ini Negara, masyarakat Indonesia bahkan dunia dikejutkan dengan makin maraknya pemerkosaan, pelecehan seksual, dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku bahkan sebelum dibunuh diperkosa terlebih dahulu.
Media massa baik cetak maupun elektronik semakin intens memberitakan tentang kejadian–kejadiaan yang pemerkosaan, kemanan dan kenyamananan sudah tidak lagi dirasakan oleh masyarakat Indonesia apalagi yang mempunyai anak perempuan remaja bahkan balita merasakan kecemasan akan keselamatan anak-anaknya.
Pemerintah selaku pemengku kebijakan mempunyai kewajiban melindungi warganya terhadap berbagai ancaman dan teror yang menghantui masyarakat. Sesuai dengan undang –undang dimana Negara menjamin keamanan dan ketentaman setiap warganya, serta undang-undang perlindungan anak , dimana Negara melindungi keamanan anak-anak Indonesia dari bahaya-bahaya yang mengancam.
            Keluarga diharapkan senantisa waspada dan lebih memperhatikan lagi akan menjaga anak-anaknya, karena ancaman kejahatan seksual bisa terjadi dimana saja baik dari lingkungan keluarga, bahkan masyarakar sekitar kita



V. DAFTAR PUSTAKA



VI. LAMPIRAN
-108 anak jadi korban kekerasan seksual di Jabar


Sukabumi (ANTARA News) - Sejak 2012 tercatat ada 108 anak di Jawa Barat yang menjadi korban kekerasan seksual, termasuk 52 anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersangka AS alias Emon di Sukabumi.
           Menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT2PA) Jawa Barat, Neti Heryawan, sejak 2012 pihaknya telah menangani 56 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan jika ditambah dengan 52 korban Emon, berarti ada 108 anak di Jabar yang menjadi korban kekerasan seksual.
           Menurut Neti, pelaku kekerasan seksual terhadap anak biasanya orang dekat atau dikenal korban, bahkan dari 56 kasus yang ditangani PPT2PA mayoritas pelakunya adalah anggota keluarga seperti ayah tiri, ayah kandung, saudara, dan orang dekat lainnya.
           Seperti pada kasus Emon, ternyata si korban dengan tersangka sudah saling mengenal, dengan cara diiming-imingi sesuatu oleh tersangka, korban kemudian terbujuk.
           Terhadap para korban kekerasan seksual oleh Emon, PPT2PA akan memberikan perlindungan dan membantu proses penyembuhan beban traumatik sampai sembuh.
           Dan kepada keluarga atau orang tua korban akan diberikan konseling agar dalam memberikan pendidikan kepada anaknya tidak menyalahi dan tidak menambah beban si anak.
           Sampai saat ini, data dari Polres Sukabumi Kota menyebut, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual Emon menjadi 52 orang dan 39 anak di antaranya sudah divisum, tujuh lagi menderita kerusakan pada anus.

-Pedofilia

Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Kata pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan", meskipun ini arti harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual di zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi, bahasa setempat, dan penegakan hukum.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan yang kuat dan berulang terhadap dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak prapuber dan di mana perasaan mereka memiliki salah satu peran atau yang menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal. Pada saat ini rancangan DSM-5 mengusulkan untuk menambahkan hebefilia dengan kriteria diagnostik, dan akibatnya untuk mengubah nama untuk gangguan pedohebefilik. Meskipun gangguan ini (pedofilia) sebagian besar didokumentasikan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut, dan peneliti berasumsi perkiraan yang ada lebih rendah dari jumlah sebenarnya pada pedofil perempuan.] Tidak ada obat untuk pedofilia yang telah dikembangkan. Namun demikian, terapi tertentu yang dapat mengurangi kejadian seseorang untuk melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Di Amerika Serikat, menurut Kansas v. Hendricks, pelanggar seks yang didiagnosis dengan gangguan mental tertentu, terutama pedofilia, bisa dikenakan pada komitmen sipil yang tidak terbatas, di bawah undang-undang berbagai negara bagian (umumnya disebut hukum SVP) dan Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Anak Adam Walsh pada tahun 2006.
Dalam penggunaan populer, pedofilia berarti kepentingan seksual pada anak-anak atau tindakan pelecehan seksual terhadap anak, sering disebut "kelakuan pedofilia." Misalnya, The American Heritage Stedman's Medical Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau fantasi pada dari pihak orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau anak-anak." Aplikasi umum juga digunakan meluas ke minat seksual dan pelecehan seksual terhadap anak-anak dibawah umur atau remaja pasca pubertas dibawah umur. Para peneliti merekomendasikan bahwa tidak tepat menggunakan dihindari, karena orang yang melakukan pelecehan seksual anak umumnya menunjukkan gangguan tersebut, tetapi beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia, dan standar diagnosis klinis berkaitan dengan masa prapubertas. Selain itu, tidak semua pedofil benar-benar melakukan pelecehan tersebut.
Pedofilia pertama kali secara resmi diakui dan disebut pada akhir abad ke-19. Sebuah jumlah yang signifikan di daerah penelitian telah terjadi sejak tahun 1980-an. Saat ini, penyebab pasti dari pedofilia belum ditetapkan secara meyakinkan. Penelitian menunjukkan bahwa pedofilia mungkin berkorelasi dengan beberapa kelainan neurologis yang berbeda, dan sering bersamaan dengan adanya gangguan kepribadian lainnya dan patologi psikologis. Dalam konteks psikologi forensik dan penegakan hukum, berbagai tipologi telah disarankan untuk mengkategorikan pedofil menurut perilaku dan motivasinya.